BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pemberlakuan sistem desentralisasi akibat
pemberlakuan Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang otonomi pemerintahan
daerah, memberi dampak terhadap pelaksanaan pada manajemen pendidikan yaitu
manajemen yang memberi ruang gerak yang lebih luas kepada pengelolaan
pendidikan untuk menemukan strategi berkompetisi dalam era kompetitif mencapai output
pendidikan yang berkualitas dan mandiri. Kebijakan desentralisasi akan
berpengaruh secara signifikan dengan pembangunan pendidikan. Setidaknya, ada 4
dampak positif untuk mendukung kebijakan desentralisasi pendidikan, yaitu :
1) Peningkatan
mutu, yaitu dengan kewenangan yang dimiliki sekolah maka sekolah lebih leluasa
mengelola dan memberdayakan potensi sumber daya yang dimiliki.
2) Efisiensi
Keuangan hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber pajak lokal dan
mengurangi biaya operasional.
3) Efisiensi
Administrasi, dengan memotong mata rantai birokrasi yang panjang dengan
menghilangkan prosedur yang bertingkat-tingkat.
4) Perluasan
dan pemerataan, membuka peluang penyelenggaraan pendidikan pada daerah pelosok
sehingga terjadi perluasan dan pemerataan pendidikan.
Pemberlakuan desentralisasi pendidikan
mengharuskan diperkuatnya landasan dasar
pendidikan yang demokratis, transparan, efisien dan melibatkan partisipasi masyarakat
daerah. Muctar Buchori (2001) menyatakan pendidikan merupakan faktor penentu
keberhasilan pembangunan manusia, karena pendidikan berfungsi sebagai
pengembang pengetahuan, keterampilan, nilai dan kebudayaan.
Desentralisasi pendidikan dapat terjadi dalam
tiga tingkatan, yaitu Dekonstrasi, Delegasi dan Devolusi (Fiorestal, 1997).
Dekonstrasi adalah proses pelimpahan sebagian kewenangan kepada pemerintahan
atau lembaga yang lebih rendah dengan supervisi dan pusat. Sementara, Delegasi
mengandung makna terjadinya penyerahan kekuasaan yang penuh sehingga tidak lagi
memerlukan supervisi dan pemerintah pusat.
Pada Tingkat Devolusi di bidang pendidikan terjadi
apabila memenuhi 4 ciri, yaitu:
1) Terpisahnya
peraturan perundangan yang mengatur pendidikan di daerah dan di pusat.
2) Kebebasan
lembaga daerah dalam mengelola pendidikan.
3) Lepas
dari supervisi hirarkhis dan pusat.
4) Kewenangan
lembaga daerah diatur dengan peraturan perundangan.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut,
proses desentralisasi pendidikan di Indonesia berdasarkan UU No.22 tahun 1999
lebih menjurus kepada Devolusi, yang peraturan pelaksanaannya tertuang pada
Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 2000, seluruh urusan pendidkan dengan jelas
menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, kecuali Pendidikan Tinggi.
Kewenangan Pemerintah Pusat hanya menetapkan standar minimal, baik dalam
persyaratan calon peserta didik, kompetensi peserta didik, kurikulum nasional,
penilaian hasil belajar, materi pelajaran pokok, pedoman pembiayaan
pendidikan dan melaksanakan fasilitas
(Pasal 2 butir II).
Namun sejak dilaksanakannya otonomi
pendidikan, ternyata pelaksanaannya belum berjalan sebagaimana diharapkan,
justru pemberlakuan otonomi membuat banyak masalah yaitu mahalnya biaya
pendidikan.
Sedangkan, pengertian otonomi pendidikan
sesungguhnya terkandung makna demokrasi dan keadilan sosial, artinya pendidikan
dilakukan secara demokrasi sehingga tujuan yang diharapkan dapat diwujudkan dan
pendidikan diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat, sesuai dengan cita-cita
bangsa dalam mencerdaskan bangsa.
Pancasila sebagai falsafah bangsa
Indonesia merupakan karya besar bangsa Indonesia dan merupakan lambang ideologi
bangsa Indonesia yang setingkat dengan ideologi besar di dunia lainnya. Bangsa
Indonesia menggunakan Pancasila sebagai pedoman hidup dalam kehidupan
sehari-hari, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila juga dijadikan
pedoman dalam pelaksaan pemerintahan.
Pancasila sebagai dasar falsafah negara
Indonesia bertujuan agar warga negara Indonesia menghormati, menghargai,
menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan
khususnya pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara
Indonesia. Sehingga baik golongan muda maupun tua tetap meyakini Pancasila
sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan
dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Ada
beberapa yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan pendidikan diera
otonomisasi untuk dicari jalan penyelesaiannya yaitu :
a. Kebijakan otonomi daerah
b. Kebijakan otonomi pendidikan
c.. pelaksanaan
otonomi dalam dunia pendidikan
2. Apakah
landasan dan tujuan pendidikan pancasila yang meliputi landasan historis,
landasan kultural, landasan yuridis, landasan filosofis, tujuan nasional bangsa
Indonesia, tujuan pendidikan nasional, tujuan pendidikan pancasila,kompetensi
yang diharapkan dari kuliah pendidikan pancasila itu?
C. TUJUAN
1. Otonomi
pendidikan mempunyai tujuan untuk memberi suatu otonomi dalam mewujudkan fungsi
manajemen pendidikan kelembagaan.
2. Memberi
pengertian dan pemahaman kepada seseorang mengenai landasan dan tujuan
pendidikan pancasila yang meliputi landasan historis, landasan kultural,
landasan yuridis, landasan filosofis, tujuan nasional bangsa Indonesia, tujuan
pendidikan nasional, tujuan pendidikan pancasila,kompetensi yang diharapkan
dari pendidikan pancasila.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN OTONOMI PENDIDIKAN
Pengertian otonomi dalam konteks desentralisasi
pendidikan, menurut Tilaar mencakup enam aspek, yakni :
1) Pengaturan
perimbangan kewenangan pusat dan daerah.
2) Manajemen
partisipasi masyarakat dalam pendidikan.
3) Penguatan
kapasitas manajemen pemerintah daerah.
4) Pemberdayaan
bersama sumber daya pendidikan.
5) Hubungan
kemitraan “stakeholders” pendidikan.
6) Pengembangan
infrastruktur sosial.
Otonomi pendidikan menurut Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 adalah terungkap pada Bak Hak
dan Kewajiban Warga Negara, Orang tua, Masyarakat dan Pemerintah.
Pada bagian ketiga Hak dan Kewajiban
Masyarakat Pasal 8 disebutkan bahwa “Masyarakat berhak berperan serta dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan ; pasal 9
Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan
pendidikan”.
Begitu juga pada bagian keempat Hak dan
Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pasal 11 ayat (2) “Pemerintah dan
Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya
pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas
tahun”. Khusus ketentuan bagi Perguruan
Tinggi, pasal 24 ayat (2) “Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk
mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi,
penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat”.
Dari penjelasan diatas, dapat
disimpulkan bahwa konsep otonomi pendidikan mengandung pengertian yang luas,
mencakup filosofi, tujuan, format dan isi pendidikan serta manajemen pendidikan
itu sendiri. Implikasinya adalah setiap daerah otonomi harus memiliki visi dan
misi pendidikan yang jelas dan jauh ke depan dengan melakukan pengkajian yang
mendalam dan meluas tentang trend perkembangan penduduk dan masyarakat untuk
memperoleh konstruk masyarakat di masa depan dan tindak lanjutnya, merancang
sistem pendidikan yang sesuai dengan karakteristik budaya bangsa Indonesia yang
Bhineka Tunggal Ika dalam perspektif tahun 2020. Kemandirian daerah itu harus
diawali dengan evaluasi diri, melakukan analisis faktor internal dan eksternal
daerah guna mendapat suatu gambaran nyata tentang kondisi daerah sehingga dapat
disusun suatu strategi yang matang dan mantap dalam upaya mengangkat harkat dan martabat masyarakat daerah yang
berbudaya dan berdaya saing tinggi melalui otonomi pendidikan yang bermutu dan
produktif.
B. KEBIJAKAN OTONOMI PENDIDIKAN
Otonomi pendidikan mengandung dua arti :
Pertama : Menata kembali sistem pendidikan Nasional yang sentralitis menuju
suatu sistem yang memberikan kesempatan luas pada inisiatip masyarakat. Kedua :
Otonomi pendidikan bukan berarti melepas segala ikatan untuk membangun Negara
Kesatuan Republik Indonesia Tapi justru memperkuat dasar – dasar pendidikan
pada tingkat grass root untuk membentuk suatu masyarakat bersatu berdasarkan
kebinekaan dengan demikian masyarakat langsung bertanggun jawab atas
kekerabatan dan proses pendidikan yang dimiliki karena pendidikan dikembalikan
kepada the stakeholders (Aronotivit, dalam tilaar, 2002).
Sementara itu, menurut hasbullah ( 2006
) penyelengaraan pendidikan yang bermutu dan semakin merata akan menghadapi
tantangan yang juga semakin kompleks, efisiensi pendidikan menuntut pengelolaan
yang semakin terdesentralisasi, sedangkan aparatur pendidikan daerah harus
semakin mampu mengelola dan melaksanakan teknis kependidikan secara otonomi.
Dengan berjalannya konsep otonomi
pendidikan seperti itu, hakikat pendidikan
dikembalikan kepada sekolah,( Kepala sekolah dan guru ). Mereka harus
mengoptimalkan pelaksanaan pembelajaran, pelatihan pembimbingan dan
pengevaluasian agar peserta didik bisa berkembang secara optimal dengan penuh
kebebasan , kesadaran pribadi, suara hati, dan imajinasi.
C. PELAKSANAAN OTONOMI DALAM DUNIA PENDIDIKAN
Otonomi
pendidikan yang benar harus bersifat accountable, artinya kebijakan
pendidikan yang diambil harus selalu
dipertanggungjawabkan kepada publik, karena sekolah didirikan merupakan
institusi publik atau lembaga yang melayani kebutuhan masyarakat. Otonomi tanpa
disertai dengan akuntabilitas publik bisa menjurus menjadi tindakan yang
sewenang-wenang.
Berbicara mengenai ide otonomi
pendidikan muncul beberapa konsep sebagai solusi dalam menghadapi kendala dalam
pelaksanaan otonomi pendidikan, yaitu :
1) Meningkatkan Manajemen Pendidikan Sekolah
Menurut Wardiman Djajonegoro (1995) bahwa kualitas
pendidikan dapat ditinjau dan segi proses dan produk. Pendidikan disebut
berkualitas dan segi proses jika proses belajar mengajar berlangsung secara
efektif, dan peserta didik mengalami pembelajaran yang bermakna.
Pendidikan disebut berkualitas dan segi
produk jika mempunyai salah satu ciri-ciri sebagai berikut :
a) Peserta
didik menunjukkan penguasaan yang tinggi terhadap tugas-tugas belajar (learning
task) yang harus dikuasai dengan tujuan dan sasaran pendidikan, diantaranya
hasil belajar akademik yang dinyatakan dalam prestasi belajar (kualitas
internal).
b) Hasil
pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dalam kehidupan sehingga
dengan belajar peserta didik bukan hanya mengetahui sesuatu, tetapi dapat
melakukan sesuatu yang fungsional dalam kehidupannya (learning and learning).
c) Hasil
pendidikan sesuai atau relevan dengan tuntutan lingkungan khususnya dunia
kerja.
Menghadapi kondisi ini maka dilakukan pemantapan
manajemen pendidikan yang bertumpu pada kompetensi guru dan kesejahteraannya.
Menurut Penelitian Simmons dan Alexander
(1980) bahwa ada tiga faktor untuk meningkatkan mutu pendidikan, yaitu
motivasi guru, buku pelajaran dan buku bacaan serta pekerjaan rumah.
Dari hasil penelitian ini tampak dengan jelas bahwa
akhir penentu dalam meningkatkan mutu pendidikan tidak pada bergantinya
kurikulum, kemampuan manajemen dan kebijakan di tingkat pusat atau pemerintah daerah,
tetapi lebih kepada faktor-faktor internal yang ada di sekolah, yaitu peranan
guru, fasilitas pendidikan dan pemanfaatannya. Kepala Sekolah sebagai top
manajemen harus mampu memberdayakan semua unit yang dimiliki untuk dapat
mengelola semua infrastruktur yang ada demi pencapaian kinerja yang maksimal.
Selain itu, untuk dapat meningkatkan otonomi
manajemen sekolah yang mendukung peningkatan mutu pendidikan, Pimpinan Sekolah
harus memiliki kemampuan untuk melibatkan partisipasi dan komitmen dan orangtua
dan anggota masyarakat sekitar sekolah untuk merumuskan dan mewujudkan visi,
misi dan program peningkatan mutu pendidikan
secara bersama-sama; salah satu tujuan UU No.20 Tahun 2003 adalah untuk
memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan
peran serta masyarakat, termasuk dalam meningkatkan sumber dana dalam
penyelenggaraan pendidikan.
2) Reformasi Lembaga Keuangan Hubungan Pusat-Daerah
Perlu dilakukan penataan tentang hubungan keuangan
antara Pusat-Daerah menyangkut pengelolaan pendapatan (revenue) dan
penggunaannya (expenditure) untuk kepentingan pengeluaran rutin maupun
pembangunan daerah dalam rangka memberikan pelayanan publik yang berkualitas.
Sumber keuangan diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah, Dana perimbangan, pinjaman
daerah dan lain-lain. Pendapatan yang syah dengan melakukan pemerataan diharapkan dapat mendukung pelaksanaan
kegiatan pada suatu daerah, terutama pada daerah miskin. Bila dimungkinkan
dilakukan subsidi silang antara daerah yang kaya kepada daerah yang miskin,
agar pemerataan pendidikan untuk mendapatkan kualitas sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
3) Kemauan Pemerintah Daerah Melakukan Perubahan
Pada era otonom, kualitas pendidikan sangat
ditentukan oleh kebijakan pemerintah daerah. Bila pemerintah daerah memiliki political
will yang baik dan kuat terhadap dunia pendidikan, ada peluang yang cukup
luas bahwa pendidikan di daerahnya akan maju. Sebaiknya, kepala daerah yang
tidak memiliki visi yang baik di bidang pendidikan dapat dipastikan daerah itu
akan mengalami stagnasi dan kemandegan menuju pemberdayaan masyarakat yang well
educated dan tidak pernah mendapat momentum yang baik untuk berkembang.
Otonomi pendidikan harus mendapat dukungan DPRD,
karena DPRD-lah yang merupakan penentu kebijakan di tingkat daerah dalam rangka
otonomi tersebut. Di bidang pendidikan, DPRD harus mempunyai peran yang kuat
dalam membangun pradigma dan visi pendidikan di daerahnya. Oleh karena itu,
badan legislatif harus diberdayakan dan memberdayakan diri agar mampu menjadi
mitra yang baik. Kepala pemerintahan
daerah, kota diberikan masukan secara sistematis dan membangun daerah.
4) Membangun Pendidikan Berbasis Masyarakat
Kondisi Sumber Daya yang dimiliki setiap daerah
tidak merata untuk seluruh Indonesia. Untuk itu, pemerintah daerah dapat
melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, ilmuwan, pakar kampus maupun pakar yang
dimiliki Pemerintah Daerah Kota sebagai Brain Trust atau Think Thank
untuk turut membangun daerahnya, tidak hanya sebagai pengamat, pemerhati,
pengecam kebijakan daerah. Sebaliknya, lembaga pendidikan juga harus membuka
diri, lebih banyak mendengar opini publik, kinerjanya dan tentang tanggung
jawabnya dalam turut serta memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat.
5) Pengaturan Kebijakan Pendidikan antara Pusat dan
Daerah
Pemerintah Pusat tidak diperkenankan mencampuri
urusan pendidikan daerah. Pemerintah Pusat hanya diperbolehkan memberikan
kebijakan-kebijakan bersifat nasional, seperti aspek mutu dan pemerataan. Pemerintah
pusat menetapkan standar mutu. Jadi, pemerintah pusat hanya berperan sebagai
fasilitator dan katalisator bukan regulator. Otonomi pengelolaan pendidikan
berada pada tingkat sekolah. Oleh karena itu, lembaga pemerintah harus memberi
pelayanan dan mendukung proses pendidikan agar berjalan efektif dan efisien.
D. LANDASAN PENDIDIKAN PANCASILA
1. Landasan Historis
Setiap bidang kegiatan yang dikejar oleh manusia
untuk maju, pada umumnya dikaitkan juga dengan bagaimana keadaan bidang itu
pada masa yang lampau. Demikian juga dalam bidang pendidikan, para ahli
pendidikan sebelum menangani bidang itu, terlebih dahulu mereka memeriksa
sejarah tentang pendidikan baik yang bersifat nasional maupun yang internasional.
Dengan cara ini mereka tahu apa yang
sudah dikerjakan oleh bangsanya dan hasil yang diperoleh, mereka juga memeriksa
apakah sudah cocok dengan keadaan atau tujuan pendidikan sekarang. Sebagai
bahan tambahan, mereka juga mencari informasi pada sejarah pendidikan dunia.
a) Sejarah Pendidikan Dunia
Umur sejarah pendidikan dunia sudah panjang sekali.
Mulai dari zaman Hellenisme tahun 150SM–500, ke zaman pertengahan tahun
500–1500, zaman humanisme atau Renaissance serta zaman Reformasi dan Kontra
Reformasi pada tahun 1600an. Pendidikan pada zaman ini belum banyak memberikan
kontribusinya pada pendidikan zaman sekarang.
Pendidikan yang mulai menunjukkan perbedaan
eksistensinya dengan pendidikan pendidikan sebelumnya adalah sejak zaman
Realisme. Pada zaman Realisme pendidikan diarahkan pada kehidupan dunia, dan
bersumber dari keadaan dunia pula. Gerakan ini didorong oleh berkembangnya
ilmu-ilmu pengetahuan alam, seperti penemuan-penemuan baru dalam ilmu falak
tentang planet-planet dan bumi mengitari matahari serta penemuan-penemuan
daerah baru dalam mengelilingi dunia.
Tokoh – tokoh pendidikan zaman Realisme adalah
francis Bacon yang mengembangkan metode induktif, Johan Amos Comenius yang
terkenal dengan bukunya ”Pintu terbuka bagi Bahasa”, ”Buku Didaktik yang Besar”
dan “Gambar Dunia”. Sesudah zaman realisme berkembanglah paham Rasionalisme
dengan tokohnya John Locke pada abad ke-18. Aliran ini bertujuan memberikan
kekuasaan bagi manusia untuk berpikir sendiri dan bertindak untuk dirinya.
Teori yang terkenal adalah leon Tabularasa atau sheet of paper.
Masih pada abad ke -18 muncul pula aliran baru yaitu
Naturalis sebagai reaksi terhadap aliran Rasionalis. Tokohnya adalah JJ.
Rosseau. Naturalisme menentang kehidupan yang tidak wajar sebagi akibat dari Rasionalisme,
seperti gaya hidup yang diperhalus, cara hidup yang dibuat-buat, sampai dengan
korupsi.
Zaman Developmentalisme berkembang pada abad ke-19
yang memandang proses pendidikan sebagai proses perkembangan jiwa sehingga
aliran ini disebut juga sebagai aliran psikologis dalam pendidikan. Toko-tokoh
aliran ini adalah Pestalozzi, Johann Frederich Herbart, Friedrich Wilhelm
Frobel di Jerman, dan Stanley Hall di Amerika Serikat.
Zaman Developmentalisme diikuti oleh zaman
nasionalisme pada abad ke – 19. Paham ini muncul sebagai upaya membentuk
patriot-patriot bangsa, mempertahankan bangsa dari imperialis. Tokoh-tokohnya
antara lain La Chalotais di Prancis, Fichte di Jerman dan Jefferson di Amerika
Serikat.
Abad ke-19 ditandai oleh liberalisme dan positivisme.
Di zaman ini sekolah-sekolah dipakai sebagai alat memperkuat kedudukan
penguasa. Siapa yang banyak pengetahuan, dialah yang berkuasa.
Sebagai reaksi terhadap dampak liberalisme,
positivisme, dan individualisme muncullah aliran sosial dalam pendidikan pada
abad ke-20. Tokoh-tokohnya ialah Paul Natorp dan George Kerschensteiner di
Jerman serta John Dewey di Amerika Serikat. Tokoh-tokoh pada aliran ini
berpendapat bahwa masyarakat mempunyai arti yang lebih essensial daripada
individu, karena itu sekolah-sekolah harus diabdikan kepada tujuan-tujuan
sosial.
Selain nama-nama di atas tokoh pendidik yang juga
terkenal pada abad ke-20 adalah Maria Montessori dikenal dengan pendidikan
bebas, Ovide Decroly dikenal dengan sistem globalisasi dan pusat-pusat
minatnya, dan Hellen Parkhurst yang dikenal dengan sekolah dengan nama sistem
Dalton dimana pendidikan bersifat individual, boleh memlih sendiri
pelajaran-pelajaran yang disenangi untuk didahulukan, berinisiatif sendiri dan
bekerja mengikuti kecepatan sendiri.
b) Sejarah Pendidikan Indonesia
Sejarah pendidikan di Indonesia sudah
cukup panjang. Pendidikan itu telah ada sejak zaman kuno kemudian diteruskan
dengan pengaruh agama Hindu dan Budha, sampai pengaruh agama Islam, pendidikan
zaman penjajahan, sampai dengan pendidikan zaman kemerdekaan.
Tokoh-tokoh pendidik pada zaman
kemerdekaan adalah Mohamad Syafei yang mendirikan sekolah INS(Indonesisch
Nederlanse School), Ki hajar Dewantara yang mendirikan Taman Siswa di
Yogyakarta, dan KH. Ahmad Dahlan yang mendirikan organisasi agama Islam pada tahun
1912 di Yogyakarta yang kemudian berkembang menjadi perguruan Muhammadiyah.
c) Masa Perjuangan Bangsa
Perjuangan bangsa Indonesia untuk
mewujudkan suatu bangsa yang merdeka dan mengisinya agar menjadi jaya adalah
panjang sekali. Perjuangan bangsa yang tidak bersifat kedaerahan dimulai dengan
berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dirintis oleh Wahidin. Salah satu usaha
organisasi ini adalah untuk mendidirkan sekolah-sekolah swasta, untuk
menghidupkan dan menggalang rasa kebangsaan, cinta kebudayaan sendiri, melestarikan
dan mengembangkannya.
Perjuangan dilanjutkan dengan
dilakukannya Sumpah Pemuda pada tahun 1928. Dari isi sumpah ini terlihat bahwa
persatuan bangsa Indonesia semakin kuat. Ketika perjuangan fisik berakhir, maka
wujud nilai – nilai 45 sudah mengkristal dan menjadi lebih jelas. Inilah salah
satu buah yang sangat penting dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Pada
masa penjajahan Jepang perjuangan bangsa Indonesia masih berlanjut. Namun ada
sisi positif dari zaman penjajahan Jepang diantaranya: memberikan pendidikan
militer, menghapus dualisme penjajahan Belanda, pemakaian bahasa Indonesia
secara luas. Ketiga hal ini memberi kemudahan kepada bangsa kita, khususnya
para pejuang, untuk merealisasi Indonesia merdeka yang akhirnya menjadi
kenyataan pada tanggal 17 Agustus 1945.
d) Masa
Pembangunan
Pada masa ini pembangunan dilaksanakan
serentak di berbagai bidang, baik spiritual maupun material. Di bidang
pendidikan dikembangkan link and match yaitu konsep keterkaitan dan kepadanan
yang dijadikan strategi operasioanl dalam meningkatkan relevansi pendidikan.
Link berarti pendidikan memiliki kaitan fungsional dengan kebutuhan pasar,
sedangkan match berarti lulusan yang mampu memenuhi tuntutan para pemakai.
Di
samping kebijakan di atas beberapa inovasi pendidikan juga sudah dilakukan
diantaranya PPSP yaitu mencobakan belajar dengan modul, SD pamong , SD Inpres,
dll. Pembangunan di bidang pendidikan masih banyak menghadapi hambatan karena
dinilai baru berhasil secara kuantitatif tetapi tidak dari segi kualitatif.
Bisa dilihat dari munculnya kenakalan remaja, maraknya kolusi di berbagai
kalangan, dan tingginya tingkat korupsi. Keberhasilan di bidang pendidikan yang
terlihat menonjol yaitu: tingginya kesadaran masyarakat untuk melaksanakan
ajaran agama, persatuan dan kesatuan bangsa tetap terkendali dan pertumbuhan
ekonomi yang meningkat.
e) Masa
Reformasi
Begitu orde baru jatuh pada tahun 1998
masyarakat merasa lebih bebas berekspresi menyerukan reformasi untuk mengubah
keadaan menjadi lebih baik. Akan tetapi terkesan lebih banyak mengejar
kebebasan ketimbang memperjuangkan program reformasi itu sendiri. Sementara itu
kondisi ekonomi semakin terpuruk, pengangguran meningkat dan angka kemiskinan
meroket tajam yang kesemuanya membuka peluang untuk berbuat kejahatan.
Walaupun diawali dengan gambaran yang
serba negatif namun lambat laun keadaan bisa berubah secara perlan-lahan.
Didahului oleh Perubahan Undang Undang pendidikan , dan dibentuknya
kelompok-kelompok masyarakat yang independen untuk membantu pendidikan agar
mampu mandiri yang dinamakan Dewan Pendidikan di tingkat kota atau kabupaten
dan Komite Sekolah di tingkat sekolah.
Instrumen-instrumen untuk mewujudkan
desentralisasi pendidikan juga diusahakan seperti MBS(manajemen berbasis
sekolah), Life Skills dan TQM (total quality manajemen), walaupun pada
pelaksanaannya masih terhambat pada masalah sumber daya manusia dan kekurangan
dana.
Yang sangat menonjol di zaman demokrasi
adalah pendidikan berdemokrasi rakyat Indonesia sudah banyak mengalami kemajuan
dengan diselenggarakannya Pilpres secara langsung pada tahun2004, Proses yang
berlangsung aman, lancar dan sukses menjadi kebanggaan tersendiri bagi
pembelajaran politik bangsa.
2. Landasan Kultural
Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal
balik, sebab kebudayaan dapat dilestarikan atau dikembangkan dengan jalur
mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan
baik secara formal maupun nonformal.
Anggota masyarakat berusaha melakukan
perubahan-perubahan yang sesuai dengan perkembangan zaman sehingga utamanya
pendidikan dan keluarga.
Setiap bangsa didunia dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara senantiasa memiliki suatu pandangan hidup, filsafat
hidup serta pegangan hidup agar tidak terombang-ambing dalam kancah pergaulan
masyarakat. Setiap bangsa memiliki ciri khas serta pandangan hidup yang berbeda
dengan bangsa lain. Negara komunisme dan liberalisme meletakkan dasar filsafat
negaranya pada suatu konsep ideologi tertentu, misalnya komunisme berdasarkan
ideologinya.
Berbeda dengan bangsa lain, bangsa Indonesia
berdasarkan pandangan hidupnya dalam masyarakat berbangsa dan bernegara pada
suatu asas kultural yang dimiliki dan melekat pada bangsa itu sendiri.
Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung dalam sila-sila
pancasila bukanlah hanya merupakan suatu hasil konseptual seseorang saja.
Melainkan merupakan suatu hasil karya besar bangsa indonesia sendiri yang
diangkat dari nilai-nilai kultural yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri
melalui proses refletosi filsofis para pendiri negara.
Seperti Soekarno, M. Yamin, M. Hatta , Supomo serta
pendiri negara lainnya. Satu-satunya karya besar bangsa Indonesia yang sejajar
dengan karya besar bangsa lain di dunia adalah pemikiran tentang bangsa dan
negara yang berdasarkan pandangan hidup suatu prinsip nilai yang tertuang dalam
sila-sila pancasila. Oleh karena itu para generasi penerus bangsa terutama
dalam kalangan intelektual kampus sudah seharusnya untuk mendalami secara
dinamis dalam diri pengembangannya sesuai dengan tuntunan zaman.
Pandangan hidup suatu bangsa merupakan sesuatu yang
tidak dapat dilepaspisahkan dari kehidupan bangsa yang bersangkutan. Bangsa
yang tidak memiliki pandangan hidup adalah bangsa yang tidak memiliki jati diri
(identitas) dan kepribadian, sehingga akan dengan mudah terombang-ambing dalam
menjalani kehidupannya, terutama pada saat-saat menghadapi berbagai tantangan
dan pengaruh baik yang datang dari luar maupun yang muncul dari dalam,
lebih-lebih di era globalisasi dewasa ini.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia
adalah jati diri dan kepribadian bangsa yang merupakan kristalisasi dari
nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam budaya masyarakat Indonesia sendiri
dengan memiliki sifat keterbukaan sehingga dapat mengadaptasikan dirinya dengan
dan terhadap perkembangan zaman di samping memiliki dinamika internal secara
selektif dalam proses adaptasi yang dilakukannya. Dengan demikian generasi
penerus bangsa dapat memperkaya nilai-nilai Pancasila sesuai dengan tingkat
perkembangan dan tantangan zaman yang dihadapinya terutama dalam meraih
keunggulan IPTEK tanpa kehilangan jati dirinya.
3. Landasan Yuridis
Landasan yuridis adalah landasan yang berdasarkan
atas aturan yang dibuat setelah melalui perundingan, permusyawarahan. Landasan
yuridis pancasila terdapat dalam alinea IV Pembukaan UUD”45, antara lain di
dalamnya terdapat rumusan sila-sila Pancasila sebagai dasar negara yang sah
sebagai berikut:
1.
Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.
Persatuan Indonesia pasal 1, 32, 36.
4. Kerakyatan yang di pimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Batang
tubuh UUD 1945 pun merupakan landasan yuridis konstitusional karena dasar
negara yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 dijabarkan lebih lanjut dan rinci
dalam pasal-pasal dan ayat-ayat yang terdapat di dalam Batang Tubuh UUD 1945
tersebut. Adapun penjabaran yang terdapat pada batang tubuh UUD 1945 sebagai
berikut :
1)
Sila pertama
Pasal
29 ayat (1) UUD 1945: Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Ayat
(2) UUD 1945: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya
itu.
2)
Sila kedua
Pasal
27 ayat (1) UUD 1945: Segala Warganegara bersamaan kedudukannya di dalam Hukum
danPemerintahan dan wajib menjunjung Hukum dan Pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya.
Ayat (2) UUD 1945: Tiap-tiap warganegara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
3)
Sila ketiga
Pasal
30 ayat (1): Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pembelaan negara.
4)
Sila keempat
Pasal
22E: Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,
dan adil setiap lima tahun sekali.
5)
Sila kelima
Pasal
33 ayat (1): Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas
kekeluargaan.
Ayat
(2): Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai hajat hudup orang banyak dikuasai oleh Negara.
Ayat(3):
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalammya dikuasai oleh Negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4. Landasan Filosofi
Landasan filosofis adalah landasan yang
berdasarkan atas filsafat atau pandangan hidup. Pancasila merupakan dasar
filsafat negara. Dalam aspek penyelenggaraan negara harus bersumber pada
nilai-nilai pancasila termasuk sistem perundang-perundangan.
Pada zaman dahulu saat bangsa Indonesia
belum mendirikan negara adalah sebagai bangsa yang hanya berketuhanan dan
berkemanusiaan, hal ini berdasarkan bahwa manusia adalah makhluk Tuhan, dan
pada masa kerajaan-kerajaan hindu pun adalah bangsa yang sudah menganut kepercayaan
terhadap Tuhan YME.
Nilai-nilai yang tertuang dalam rumusan
sila-sila Pancasila merupakan filosofi bangsa Indonesia yang telah tumbuh,
hidup dan berkembang jauh sebelum berdirinya negara Republik Indonesia. Oleh
karena itu Pancasila itu sudah merupakan suatu keharusan moral untuk secara
konsisten merealisasikannya dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Hal ini berdasarkan pada suatu kenyataan
secara filosofis dan objektif bahwa bangsa Indonesia dalam hidup bermasyarakat
dan bernegara mendasarkan pada nilai-nilai yang tertuang dalam sila-sila
Pancasila yang secara filosofis merupakan filosofi bangsa Indonesia sebelum
mendirikan negara.
Secara filosofis, bangsa Indonesia
sebelum mendirikan negara adalah sebagai bangsa yang berketuhanan dan
berkemanusiaan, hal ini berdasarkan kenyataan objektif bahwa manusia adalah
makhluk Tuhan yang Maha Esa. Syarat mutlak suatu negara adalah adanya persatuan
yang terwujudkan sebagai rakyat (merupakan unsur pokok negara), sehingga secara
filosofis negara berpersatuan dan berkerakyatan konsekuensinya rakyat adalah
merupakan dasar ontologism demokrasi, karena rakyat merupakan asal mula
kekuasaan Negara
Atas dasar pengertian filosofis tersebut
maka dalam hidup bernegara nilai-nilai pancasila merupakan dasar filsafat
negara.
Konsekuensinya dalam setiap aspek
penyelenggaraan negara harus bersumber pada nilai-nilai Pancasila termasuk
system peraturan perundang-undangan di Indonesia . Oleh karena itu dalam
realisasi kenegaraan termasuk dalam proses reformasi dewasa ini merupakan suatu
keharusan bahwa pancasila merupakan sumber nilai dalam pelaksanaan kenegaraan
baik dalam pembangunan nasional, ekonomi, politik, hukum, sosial budaya, maupun
pertahanan dan keamanan.
.
E. TUJUAN NASIONAL BANGSA INDONESIA
Tujuan
nasional bangsa Indonesia tertuang dalam pembukaan UUD 1945:
1. Membentuk suatu pemerintahan Negara Republik
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia.
2. Memajukan
kesejahteraan umum atau bersama.
3.
Mencerdaskan kehidupan bangsa
4. Ikut berperan aktif dan ikut serta
dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan kedilan sosial.
Tujuan nasional bangsa Indonesia seperti
yang termaktuf dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah untuk melindungi
segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.
Untuk mewujudkan tujuan nasional
tersebut diselenggarakan pembangunan nasional secara berencana, meyeluruh,
terpadu, terarah, dan berkesinambungan. Adapun tujuan pembangunan nasional
adalah untuk mewujudkam masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945 di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka,
berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa
yang aman, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia
yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
Untuk tercapainya tujuan pembangunan
nasional tersebut dibutuhkan antara lain tersedianya sumber daya manusia yang
tangguh, mandiri serta berkualitas.
Untuk mencapai tujuan nasionanal bangsa
Indonesia pemerintah telah melakukan beberapa kebijakan antara lain: memberikan
dana BLT (Bantuan Langsung Tunai), penyelenggaran sekolah wajib minimal 9
tahun, pemberian dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah), ikut berperan aktif
dalam organisasi-organisasi internasional seperti PBB,ASEAN, mengadakan PEMILU
setiap lima tahun sekali, melaksanakan otonomi daerah, dll.
Sedangkan kita sebagai pelajar, kita
juga dapat berperan aktif dalam mewujudkan tujuan nasional bangsa Indonesia
antara lain dengan menambah wawasan nusantara agar kita dapat lebih mengenal
dan mencintai negara kita, serta menghargai keanekaragamaan budaya dan
etnis.Dengan begitu Negara Indonesia akan terus berdiri kokoh sampai
terwujudlah cita-cita nasional bangsa Indonesia.
F. TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL
Pendidikan nasional adalah pendidikan
yang berdasarkan pancasila dan UUD negara Indonesia tahun 1945 yang berakar
pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap
tuntutan perubahan zaman. Untuk mewujudkan cita-cita ini diperlukan perjuangan
seluruh lapisan masyarakat. Pendidikan merupakan pilar tegaknya bangsa. Melalui
pendidikan bangsa akan tegak mampu menjaga martabat.
Menurut Plato, tugas pendidikan adalah
membebaskan dan memperbaharui, lepas dari belebggu ketidak tahuan dan ketidak
benaran, sedangkan menurut Aristoteles, tujuan pendidikan haruslah sama dengan
tujuan negara. Ia mengatakan bahwa tujuan pendidikan haruslah sama dengan
tujuan akhir dari pembentukan negara yang harus sama pula dengan sasaran utama
pembuatan dan penyusunan hukum serta harus pula sama dengan tujuan utama
konstitusi, yaitu kehidupan yang baik dan yang berbahagia.
Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan
dituangkan dalam UU no.20 th 2003 Bab II pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.”
UU no.2 th 1989 pasal 4, pendidikan
nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Pada pasal 15 pasal yang sama
tertulis pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan
pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
memiliki kemampuan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan
alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja
atau pendidikan tinggi.
G. TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA
Dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang system
Pendidikan Nasional dan juga termuat dalam SK Dirjen Dikti.
No.38/DIKTI/Kep/2003, dijelaskan bahwa tujuan Pendidikan Pancasila mengarahkan
perhatian pada moral yang diharapkan terwujud dalam kehidupan sehari-hari,
yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam
masyarakat yang terdiri atas berbagai golongan agama, kebudayaan, dan beraneka
ragam kepentingan, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan
kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan golongan sehingga
perbedaan pemikiran diarahkan pada perilaku yang mendukung upaya terwujudnya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pendidikan Pancasila bertujuan untuk
menghasilkan peserta didik yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, dengan sikap dan perilaku:
1. Memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang
bertanggungjawab sesuai dengan hati nuraninya.
2. Memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup
dan kesejahteraan serta cara-cara pemecahannya.
3. Mengenali perubahan-perubahan dan perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
4. Memiliki kemampuan untuk memaknai
peristiwa sejarah dan nilai-nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan
Indonesia.
Melalui Pendidikan Pancasila, warga
negara Republik Indonesia diharapkan mampu memahami, menganilisis dan menjawab
masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsanya secara berkesinambungan
dan konsisten berdasarkan cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia.
H. KOMPETENSI
YANG DIHARAPKAN DARI PENDIDIKAN PANCASILA
Dijelaskan bahwa tujuan Pendidikan
Pancasila mengarahkan perhatian pada moral yang diharapkan terwujud dalam
kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai golongan agama,
kebudayaan, dan beraneka ragam kepentingan, perilaku yang mendukung kerakyatan
yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan
golongan sehingga perbedaan pemikiran diarahkan pada perilaku yang mendukung
upaya terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kompetensi yang diharapkan dari
pendidikan pancasila diartikan sebagai seperangkat tindakan intelektual penuh
tanggung jawab berorientasi pada kompetensi mahasiswa pada bidang profesi
masing-masing. Kompetensi lulusan pendidikan Pancasila adalah seperangkat tindakan
intelektual, penuh tanggung jawab sebagai seorang warga negara dalam memecahkan
berbagai masalah dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan
menerapkan pemikiran yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Sifat intelektual
tersebut tercermin pada kemahiran, ketepatan dan keberhasilan bertindak,
sdangkan sifat penuh tanggung jawab diperlihatkan sebagai kebenaran tindakan
ditilik dari aspek iptek, etika ataupun kepatutan agama serta budaya.
Melalui Pendidikan Pancasila, warga
negara Republik Indonesia diharapkan mampu memahami, menganilisis dan menjawab
masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsanya secara berkesinambungan
dan konsisten berdasarkan cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Konsep otonomi pendidikan mengandung
pengertian yang luas, mencakup filosofi, tujuan, format dan isi pendidikan
serta manajemen pendidikan itu sendiri. Implikasinya adalah setiap daerah
otonomi harus memiliki visi dan misi pendidikan yang jelas dan jauh ke depan
dengan melakukan pengkajian yang mendalam dan meluas tentang trend perkembangan
penduduk dan masyarakat untuk memperoleh konstruk masyarakat di masa depan dan
tindak lanjutnya, merancang sistem pendidikan yang sesuai dengan karakteristik
budaya bangsa Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika dalam perspektif tahun 2020.
Kemandirian daerah itu harus diawali dengan evaluasi diri, melakukan analisis
faktor internal dan eksternal daerah guna mendapat suatu gambaran nyata tentang
kondisi daerah sehingga dapat disusun suatu strategi yang matang dan mantap
dalam upaya mengangkat harkat dan
martabat masyarakat daerah yang berbudaya dan berdaya saing tinggi melalui
otonomi pendidikan yang bermutu dan produktif.
Landasan historis merupakan landasan
dimana setiap bidang kegiatan yang dikejar oleh setiap manusia untuk maju
dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa yang lampau.
Indonesia tidak lepas dari sejarah bangsanya melihat dari Indonesia mempunyai
sejarah pendidikan yang cukup panjang karena pada zaman penjajahan sangatlah
sulit untuk mendapatkan pendidikan formal lain halnya sekarang yang setiap
orang berhak mendapatkan pendidikan.
Menurut landasan kultural, kebudayaan
dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik karena kebudayaan dapat
dilestarikan atau dikembangkan dengan jalan pendidikan. Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa Indonesia, maka dari itulah pancasila disebut sebagai
jati diri bangsa Indonesia. Dengan demikian generasi penerus bangsa dapat
memperkaya nilai-nilai pancasila untuk menghadapi tantangan pada zaman yang
akan datang. Kebudayaan juga bisa disebut sebagai jati diri bangsa karena
bangsa Indonesia kaya akan kebudayaan yang harus kita lestarikan, maka dari
itulah melalui pendidikan, kebudayaan akan bisa dilestarikan.
Pancasila merupakan landasan yuridis
konstitusional Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dijabarkan lebih lanjut
dalam pasal-pasal dan ayat-ayat yang terdapat pada batang tubuh UUD 1945. Hal
ini menjadikan pancasila sebagai dasar hukum negara yang harus ditaati dan
direfleksikan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu dengan adanya
pendidikan pancasila diharapkan dapat menghasilkan peserta didik yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berperikemanusiaan yang adil dan
beradab, serta mendukung kerakyatan yang mengutamakan upaya mewujudkan suatu
keadilan sosial dalam bermasyarakat.
Pendidikan pancasila yang menjadi sumber
dan pedoman bangsa mengantarkan seseorang dapat mengembangkan kepribadiannya
serta dapat membantu mewujudkan nilai-nilai dasar pancasila dan kesadaran
berbangsa dan bernegara. Pendidikan pancasila juga bertujuan untuk menguasai
kemampuan berfikir, bersikap rasional dan dinamis serta berpandangan luas
sebagai manusia intelektual.
B. SARAN
Dengan membaca makalah ini, diharapkan
kita bisa mengambil manfaat yang kemudian akan mengarahkan kita kepada
pemahaman yang baik mengenai landasan dan tujuan pendidikan pancasila, sehingga
kita bisa lebih mencintai dan menghargai Pancasila sebagai falsafah bangsa
Indonesia serta bisa mengamalkannya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara
untuk dapat menciptakan Indonesia yang maju.
Marilah kita melihat kepentingan bangsa
dalam arti luas dari pada kepentingan pribadi atau golongan atau kepentingan
pemerintah pusat semata dengan menyelenggarakan otonomi pendidikan sepenuh hati
dan konsisten dalam rangka mengangkat harkat dan martabat bangsa dan masyarakat
yang berbudaya dan berdaya saing tinggi sehingga bangsa ini duduk sejajar
dengan bangsa-bangsa maju di dunia.
DAFTAR
PUSTAKA
Pidarta, Made.2007.Landasan
Pendidikan. Stimulas Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka.
Poespowardoyo,
Soeryanto. 1989. Filsafat Pancasila. Jakarta.
Syahrial, Sarbini. 2010. Pendidikan
Pancasila Di Perguruan Tinggi. Jakarta: Ghalia.
”Landasan
Yuridis” Terdapat di http://www.bloggaul.com.
“Pendidikan Menurut Plato” Terdapat Di
http://www.putra-putri-indonesia.com/tujuan-pendidikan-nasional.html.
“Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara
Indonesia” Terdapat di http://lasonearth.wordpress.com/makalah/falsafah-pancasila-sebagai-dasar-falsafah-negara-indonesia.
“Tujuan Nasional Bangsa Indonesia” Terdapat di
http://organisasi.org.
“UU
no.20 th 2003 Bab II pasal 3” Terdapat Di http://dedekusn.com/tag/tujuan-pendidikan-nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar